A.Pengertian Dasar Cyber Harassment
Cyber Harassment adalah tindakan yang menggambarkan
bagaimana orang yang terus-menerus mengejar orang lain secara online dengan
maksud menakut-nakuti atau mempermalukan korban. Sering kali melecehkan dan
bermaksud untuk mengajarkan korban pelajaran atau meminta informasi dari
korban, dan pelaku cyber harassment umumnya ingin balas dendam. Setiap
negaraHukum cyber harassment yang bervariasi, dan korban seharusnya melaporkan
kasus mereka kepada pihak berwenang setempat. Untuk mencegah terjadinya
kejahatan, penting bagi setiap orang untuk melindungi identitas sementara
mereka di Internet.
Tidak ada definisi hukum secara umum tentang cyber
harassment, tetapi biasanyadidefinisikan sebagai perilaku yang berulang dan
tidak diinginkan kehadirannya, mengancam seseorang atau kelompok yang
menggunakan teknologi mobile atau internet dengan maksud untuk mengganggu,
menakut-nakuti, mengintimidasi, mempermalukan, mengancam, melecehkan atau
mengawasi orang lain. Pelecehan dapat terjadi dimana saja dalam lingkungan
masyarakat di mana teknologi sekarang berkembang pesat, seperti di situs
jejaring sosial, pada kotak pesan, di chat room atau melalui email.
Pelaku Cyber harassment akan sering menulis komentar
kepada korban yang dimaksudkan untuk menyebabkan kegelisahan dan akan terus
mencoba untuk menghasut orang lain untuk melakukan hal yang sama. Si peleceh
mungkin masuk ke akun korban kemudian dari akun tersebut pelaku mengirim email
cabul atau pesan yang membuat orang banyak sakit hati dan biasanya ditujukan ke
keluarga korban, teman, rekan kerja dan atasannya. Pelaku cyber harassment
bahkan mungkin menghack ke komputer korban dan mengambil alih account-nya,
mengubah password atau mendaftarkan korban untuk hal-hal yang sifatnya negatif
seperti mendaftar di situs porno dan spam. Pelaku cyber harassment bisa juga
membuat website dengan menggunakan editan foto seksual dari korban untuk
kemudian mengirim foto tersebut ke situs porno amatir.
Hukum yang melindungi warga dari cyber harassment
dapat bervariasi dari negara satu dengan negara lain. Eropa Barat misalnya
memiliki hukum eksplisit untuk warga mereka dengan perlindungan dari aksi cyber
harassment, akan tetapi pada tahun 2010, beberapa negara Asia belum membuat
hukum terhadap kejahatan ini. Di Amerika Serikat, sudah banyak membuat
undang-undang yang memberikan perlindungan dari pelaku cyber harassment.
Orang yang merasa mereka telah menjadi korban harus
mulai mendokumentasikan dan mengumpulkan semua pesan yang melecehkan, posting
dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan tindakan cyber ini. Jika ada
indikasi bahwa pelaku tahu tempat tinggal korban dan bisa menemukan korban,
segera mungkin korban harus menghubungi pihak berwenang setempat. Dalam
beberapa kasus, pihak berwenang dapat melacak pelaku melalui Internet Service
Provider dan mengeluarkan perintah penahanan terhadap pelaku tersebut. Korban
yang tidak bisa mengajukan tuntutan pidana terhadap pelaku mungkin bisa untuk
mengajukan gugatan perdata, agar diblokir akun dan website yang melecehkan
segera ditutup.
B. Dampak pelecehan pidana korban
Efek kumulatif melecehkan perilaku dan tindakan yang
menyebabkan korban mengalami intimidasi, serta tekanan psikologis dan
emosional. Efek psikologis pada korban menguntit dapat menghasilkan ketakutan
intens dan berkepanjangan. Ketakutan ini biasanya mencakup ketakutan
meningkatnya eskalasi frekuensi dan sifat perilaku (misalnya, dari
non-kekerasan untuk mengancam jiwa) dan disertai dengan perasaan kehilangan
kontrol atas hidup korban.
Beberapa tanggapan umum oleh para korban trauma
dikuntit meliputi:
-
menyalahkan diri sendiri;
-
kecenderungan untuk meremehkan dampak menguntit tersebut;
-
interpretasi menguntit
sebagai "masalah pribadi";
-
rasa pengkhianatan dan
stigma;
-
kecemasan dan
ketakutan, karena ketidakpastian perilaku penguntit itu;
-
perasaan menjadi tak
berdaya dan mampu mengendalikan kehidupan mereka;
-
kurangnya kepercayaan
pada polisi, mengakibatkan kegagalan untuk melaporkan;
-
kelambanan, karena kurangnya kesadaran bahwa perilaku
kriminal, dan
-
penolakan atau malu
C. Contoh kasus
Sering dijumpai, salah satu pihak meminta pihak
lainnya untuk melakukan hal-hal aneh seperti meminta foto-foto dengan pose
tidak senonoh. Akan tetapi, digital harassment tidak melulu berkaitan dengan
aksi pornografi. Digital harassment juga dapat berupa pembobolan atau menembus
batas prvasi seseorang. Misalnya, salah satu pihak meminta kata sandi dari akun
situs jejaring sosial pihak lainnya, kemudian menelusuri tiap informasi atau
aktivitas yang dilakukan dalam situs jejaring sosial tersebut. Apabila ia
menemukan hal yang tidak ia sukai, ia akan meminta pemilik akun tersebut untuk
menghentikan hal tersebut. Misalnya, meminta pihak lainnya untuk memutuskan
kontak dengan seseorang yang ia cemburui, bahkan sampai meminta pihak tersebut
untuk menghapus akunnya dari situs jejaring sosial tersebut.
D. Hukuman pelaku cyber harassment
Adanya undang-undang maupun regulasi lain yang
mebatasi penggunaan internet untuk maksud yang tidak baik, tidak menjamin
berkurangnya kasus digital harassment. Kasus serupa dapat terus terjadi bahkan
dapat menjadi lebih berkembang apabila tidak ada kepedulian dari masyarakat,
atau para pengguna internet. Bahkan, keengganan dari korban digital harassment
untuk melaporkan pelecehan yang mereka terima, dapat meninggalkan pelaku
digital harassment dalam ketenangan karena tidak terkena aksi dari pelanggaran
hukum yang mereka lakukan.
Menunggu pemerintah untuk bertindak mengatasi kasus
ini dapat dikatakan menjadi hal yang sia-sia, karena pemerintah lamban.
Undang-undang ITE yang rancu, pembahasan RUU Pornografi yang tak kunjung usai,
tidak bisa menjamin pelaku digital harassment akan mendapatkan sanksi yang
sesuai. Namun bukan berarti kita tidak dapat melakukan sesuatu untuk mencegah
hal ini semakin meluas. Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain:
Mengkampanyekan internet sehat. Internet sehat adalah kondisi dimana
informasi yang beredar di internet tidak merugikan orang lain. Yang dimaksud
dengan merugikan misalnya menyinggung, melanggar privasi, merendahkan martabat
seseorang, hingga pelecehan seksual ringan maupun berat. Internet sehat dapat
dimulai dari diri kita sendiri dengan tidak menyebarkan informasi yang
menyinggung seperti membicarakan perilaku buruk seseorang pada akun situs
jejaring sosial milik kita. Kita juga bisa mengkampanyekan internet sehat
melalui blog atau akun jejaring sosial pribadi milik kita.
Pendekatan
yang tepat terhadap anak oleh orang tua. Salah satu faktor terjadinya digital
harassment adalah kurangnya perhatian dari orang tua terhadap anak, sehingga
anak melampiaskan segala perasaan dan keinginannya pada orang lain yang mereka
anggap dapat mengerti apa yang mereka rasakan. Namun hal ini menjadi masalah
ketika anak melampiaskan pada orang yang salah. Ketika orang tua melakukan
pendekatan yang tepat, anak akan merasa nyaman dan akan menceritakan segala
permasalahannya pada orang tua. Sehingga, orang tua dapat lebih mudah melakukan
pengawasan pada anak, dan digital harassment dapat dihindari.
Bimbingan
yang tepat mengenai penggunaan internet. Salah satu tempat dimana seseorang
belajar menggunakan internet adalah di sekolah, lembaga pelatihan tertentu,
atau bahkan di rumah. Dimanapun seseorang belajar menggunakan internet,
pembimbing (orang tua/guru) harus membimbing dengan benar. Dalam hal ini, dapat
diajarkan bagaimana etika dalam berinternet, dll.
Usaha-usaha yang disebutkan di atas hanyalah sebagian
dari usaha yang dapat kita lakukan dalam mencegah meluasnya digital harassment.
Akan tetapi, usaha-usaha kecil yang apabila dilakukan secara konsisten, dapat
memberikan dampak yang besar dalam mengurangi kasus digital harassment. Yang
diperlukan adalah komitmen, dan rasa kepedulian terhadap orang-orang di
lingkungan sekitar kita, untuk mencegah mereka dan diri kita sendiri dari kasus
digital harassment.
0 komentar:
Posting Komentar